annyeong.. kali ini author mau post cerpen asli buatan author sendiri.. *mian masih ada typo tersebar dimana-mana hehe*
“Yang aku inginkan hanya satu. Keberhasilan yang sempurna.”
Cahaya matahari berlomba memasuki kamarku melalui sela sela gorden yang masih tertutup. Rasanya tubuh ini enggan menjauh dari selimut yang menjagaku semalaman dari udara dingin yang berusaha menyentuh kulitku. “Fadliya!! Cepat bangun!!” ah.. hanya ini yang mampu membuatku berhasil menjauhkan tubuhku dari selimut. Teriakan ibuku. Aku pun segera turun ke lantai bawah. “kau ini, tidak ada calon dokter yang pemalas!” sindir ibuku sambil membaca majalah. Aku tertegun. Selama hidupku, aku tidak pernah bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Tidak pernah. Aku terlahir dari keluarga yang memiliki garis keturunan seorang dokter, ayah ku dokter, begitu pula dengan kakekku dan paman-pamanku. Orangtuaku ingin sekali aku menjadi dokter, agar ada penerus dari ayahku. Karna tidak ada lagi yang bisa meneruskannya. Ya, aku ini anak tunggal. Sejujurnya aku tidak mau menjadi dokter tapi, aku mencintai orang tuaku, aku ingin membuat mereka bangga padaku. Aku rela meninggalkan cita-citaku untuk menjadi seorang arsitek demi membahagiakan mereka.
Aku mengambil majalah yang baru tadi ibuku baca. Aku sebagai siswi kelas tiga SMA harus sudah mempersiapkan fakultas mana yang akan dipilih sebagai tempat menimba ilmu selanjutnya. Foto fakultas kedokteran terkenal terpampang jelas di cover depan majalah. Hmm.. mungkin aku akan mencoba untuk mendaftar kesini. Begitu aku membuka halaman pertama, ada sebuah artikel yang berhasil menarik perhatianku."seribu bangau kertas atau senbazuru adalah rangkaian origami berbentuk burung bagau yang dirangkai bersama dengan benang.Legenda Jepang mengatakan bahwa siapapun yang membuat origami ini sampai menjadi seribu maka keinginannya akan terkabul"
Aku mulai melipat kertas menjadi seekor bagau, menurutku ini tidak sulit melainkan menyenagkan. Dibalik kerumitan lipatan demi lipatan ini akan menhasilkan seekor bangau yang cantik. “Hei!!! Apa yang sedang kau buat?”. Suara ini selalu membuat jantungku seakan berhenti berfungsi.“Hei! Bisakah kau berhenti berteriak huh?!” balasku tak kalah keras. “Tidak hehehehe”.
Dia adalah sahabatku sedari aku kecil, dimana ada aku pasti ada dia bahkan nama kita seperti anak kembar Fadliya-Fadlan. Dulu dia adalah bocah ingusan yang sangat jahil, dan dia temanku yang paling tampan karna dulu semua temanku adalah perempuan, tetapi sekarang dia telah tumbuh menjadi laki –laki yang tampan, pintar, tidak ingusan dan tetap jahil seperti dulu.
“kau sedang apa?” tanyanya penasaran “membuat origami bangau” jawabku tanpa lepas dari kertas yang sedang kulipat. “untuk apa?” tanyanya lagi penasaran “untuk sebuah harapan yang inginku raih”
“Apakah yang kau maksud itu senbazuru?”
“Iya, kau tau darimana tentang senbazuru?”
“Aku juga membuatnya”
“Benarkah?! Apa yang kau inginkan?” tanyaku penasaran. “Rahasia.” Jawabnya sambil tersenyum manis. “Apa kau masih ingin menjadi seorang arsitek?” tanyanya sambil membantuku membuat origami. “sebenarnya aku ingin tetapi aku lebih memilih untuk menjadi dokter” jawabku tanpa berhenti melipat kertas. “Apa karna orangtuamu?” tanyanya lagi. “hmm.. iya” jawabku masih melipat kertas. “apa kau terpaksa melakukannya?” lagi-lagi dia bertanya “hufft.. tidak aku tulus dan sungguh-sungguh dengan keputusanku, apa yang kau ingin tanyakan lagi huh? Apa kau tidak liht aku edang sibuk?” jawabku sambil berhenti melipat kertas dan menatapnya dengan tatapan berapi-api. “ahh.. tidak ada lagi hehe..” jawabnya sambil memasang wajah ketakutan.
Seperti biasa aku selalu pergi ke bukit belakang sekolah, karna disana sangat sunyi .Aku sangat menyukai kesunyian karna dalam suasana sunyi aku bisa mendapatkan sosuli yang tepat untuk masalahku. Aku bukan tipe orang yang suka menceritakan masalahku kepada orang lain dan meminta mereka untuk membantu menemukan solusinya. Sekalipun itu orangtuaku. Tiba-tiba aku teringat perkataan ayahku. “Fadhliya, ayah harap kau bisa meneruskan profesi ayah, ayah akan sangat bangga jika kau menjadi dokter nak”. Dalam hati aku masih menginginkan untuk menjadi seorang arsitek, tapi aku ingin membuat mereka bahagia dan bangga padaku.
“jangan berfikir terlalu lama, nanti kau cepat tua jika sering mengerutkan keningmu seperti itu”. Lagi-lagi dia muncul tiba-tiba seperti hantu. “ikuti saja kata hatimu, dan lakukanlah yang terbaik untuk hidupmu”. Aku menatapnya heran bagaimana dia bisa tau apa yang sedangku fikirkan. “Tidak usah betanya bagaimana aku bisa tau masalahmu, aku ini sudah mengenalimu selama lima belas tahun aku tau semua tentangmu fadhliya” dia menatapku teduh. “apa aku bisa?” tanyaku sambil menatap langit. “aku yakin kau pasti bisa!” dia menyemangatiku sambil menggenggam tanganku. Aku tersentak seketika. Fadlan sering sekali menggenggam tanganku tapi megapa genggamannya kali ini terasa sangat berbeda, genggamannya kali ini sukses membuat jantungku berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya dan membuat pipi ku memerah seperti udang rebus, atau bahkam lebih dari udang rebus. “ada apa? mengapa kau menatapku seperti itu” tanyanya heran. “ah.. tidak.. aku tidak apa-apa”. Jawabku gugup sambil melepaskan tanganku dari genggamannya. “aku yankin kau bisa, fadliya fighting!!” dia lagi-lagi menyemangatiku sambil mengepalkan sebelah tangannya. Aku menyukai caranya untuk menyemangatiku dan sepertinya aku mulai..
Setelah kejadian ditaman ketika Fadlan menyemangatiku, aku jadi lebih optimis untuk menjadi seorang dokter. Aku mulai merangkai lipatan demilipatan pada kertas. Disaat aku membuat bangau-bangau ini aku selalu menyebutkan harapanku berharap harapanku itu akan menjadi kenyataan disuatu hari nanti. Dalam waktu yang lumanyan cukup singkat, aku sudah mendapatkan tujuh ratus tigapuluh sembilan ekor bangau. Ketika aku mulai lelah memuat bangau-bangaui ini, aku akan belajar untuk mempersiapkan tes seleksi beasiswa yang diselenggarakan oleh salah satu universitas kedokteran ternama. Ini peluang yang sangat bagus untukku, makanya aku sangat bersungguh-sungguh untuk mempersiapkan seleksi ini. Dan Fadlan juga mengikuti seleksi ini denagn alasan yang sangat-sangat konyol, ketika aku tanya apa alasannya dia mengikuti seleksi ini dia menjawab “karna aku ingin menjadi ekormu, selalu mengikutimu dan berada dekat denganmu”.Sambil memasang wajah seperti anak kecil yang sedang senang karna baru mendapatkan hadiah mainan dari sebungkus snack. Benar-benar alasan yang sangat konyol.
Aku duduk di depan ruangan yang akan dilaksanakan seleksi. Aku terus melirik jam ditanganku, aku tau waktunya masih lama tapi aku sungguh merasa sangat gugup. Tiba-tiba sebuah tangan menggenggam pergelanagan tanganku bermaksud untuk menutupi jam tanganku. “sudahlah berhenti melirik jam tanganmu yang jelek itu”. Fadlan. Ya aku tau itu pasti dia, karna dia selalu mucul tiba-tiba dihadapanku dan selalu mengikutiku. Aku mengerrucutkan bibirku tanda aku kesal padanya. “hei apa kau tau, kau sangat jelek jika seperti itu” katanya sambil mencubit kedua pipiku dan menggoyan-goyangkannya. “hei! Sakit tau!” berontakku. “kau ini lucu Fadliya” dia mengacak-ngacak poniku. “kau ini bisa kah berhenti melakukan itu, aku ini bukan anak kecil!’ protesku lagi. “ahh ya ya ya aku takan mengulanginya lagi tuan putri” sambil merapikan poniku. “apa kau merasa gugup?” tanyanya tiba-tiba serius. “sangat, sangat gugup,. Aku takut aku tiada lolos” jawabku sambil memandang lantai. “Kau tidak usah takut, aku yakin kau pasti lolos. Aku tau kau sangat bersungguh-sungguh untuk mempersiapkan ini semua”. Dia memberiku semangat dan senyuman manisnya. “ mengapa kau begitu yakin aku bisa lolos?” tanyaku penasaran sambil menatap mata coklatnya itu. “karna ada pepatah mengatakan ‘ orang yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil’” jawabnya begitu manis. “ah.. semoga saja”. Aku meleparkan senyuman padanya setelah bel berbunyi bertandakan seleksi akan segera dimulai.Aku mentap langit yang cerah dari jendela kamarku. Pengumuman seleksi akan diumumkan dua hari setelah seleksi berlangsung. Tepatnya hari ini. Lagi-lagi aku merasa gugup, aku takut aku tidak lolos. Aku memutuskan untuk mulai membuat bangau lagi untuk sedikit menghilangkan rasa takutku itu. Sembilanratus sembilanpuluh delapan ekor bangau, aku hanya butuh dua ekor bangau lagi agar genap menjadi seribu bangau. Disaat aku membuat bagau ke sembilanratus sembilan puluh sembilan aku membuatnya sambil berulang kali mengucapkan harapanku. Selesai, tinggal membuat satu ekor bangau lagi. Ketika aku memasukan benang pada bangau dan hendak membuat yang terakhir, tiba-tiba ada yang mencegah tanganku.
“Fadlan?” aku menatapnya kaget. Fadlan tidak berkata sepatah katapun. Dia mengeluarkan sesuat dari saku jaketnya, aku menatapnya heran. Sebuah bangau berwarna emas dan memasukannya pada rangkaian bangauku. “akan lebih bagus jika ini sebagai yang terakhir” dia tersenyum hangat padaku. “selamat” tiba-tiba dia memelukku. Aku semakin tidak mengerti “selamat untuk apa?” tiba-tiba jantungku berdetak dua kali lebih cepat lagi. Fadlan menyerahkan sebuah amplop putih padaku. “apa ini?” tanyaku, aku menatap fadlan dengan tatapan heran. “buka saja dan kau pasti akan tau apa maksudku” jawabnya sambil tersenyum masis. Aku segera membuka amplop itu, seketika waktu terasa berhenti aku tidak percaya apa yang sedangku lihat sekarang. “Aku lolos seleksi!!” teriaku sambil memeluk Fadlan. “apa harapanmu sudah tercapai?” tanyanya lembut. Aku hanya mengangguk, tanpa sadar aku meneteskan airmata. Airmata kebahagiaan. “bagaimana denganmu? Apa kau sudah selesai mengerjakannya? Apa kau di terima? Apa harapanmua tecpai?” tanyaku bersemangat. “hei.. mana dulu yang harus aku jawab? kau berbicara seperti kereta api express hahaha” aku mengerucutkan bibirku dan menatap Fadlan dengan tatapan ber api-api. “ hei.. jangan menatapku seperti itu, baiklah akan ku jawab semua. Pertama, aku sudah menyelesaikan senbasuruku seminggu yang lalu, kedua aku lolos seleksi”
“apa itu harapanmu?” potongku. “bukan” jawabnya santai. “lalu apa?” tanyaku penasaran “aku berharap akan selalu selalu berada disisimu, karna aku lolos sama sepertimu jadi aku akan selalu berada didekatmu” jelas Fadlan sambil mengeluarkan senyuman manisnya. Lagi-lagi jantungku berdetak lebih kencang, aku menatap fadlan dengan tatapan tidak percaya. Tiba-tiba suasana kamarku menjadi hening seketika. ”hmm.. apa kau memiliki perasaan yang sama sepertiku?” tanya Fadlan ragu. Aku menatap Fadlan dan mandapatkan Fadlan sedang menatapku penuh harapan. “hmm.. sepertinya iya” jawabku gugup sambil memandang kedua ujung kakiku. “ahhh aku jadi malu” ucap fadlan sambil mengaruk kepalanya yang aku yakin bahwa dia sama sekali tidak merasa gatal. Aku tersenyum melihat tingkahnya yang seperti anak kecil itu. “hei! Bukannya kau harus melihatkan surat itu pasa orang tuamu?” teriak Fadlan mengagetkanku. “ahh iya aku lupa” jawabku sambil menepuk tidat. “ishhh dasar kau pikun ” lagi-lagi Fadlan mengacak-ngacak poniku. “hei!! Berhenti melakukan itu..” ucapku kesal. “ahhh baiklah” Fadlan merapikan poniku kembali “cepat perlihatkan surat itu pada orang tuamu” suruh Fadlan sambil mendorong punggunku menuju tangga. “janggan mendorongku , aku bisa jalan sendiri!” protesku sambil menuju tangga.
Ternyata jika kita melakukan sesuatu dengan mengikutsertakan cinta, ketulusan dan bekerja keras maka kita akan memndapatkan kebahagiaan yang sempurna...
T
gamana? gimana? bagus ya ^^ *pede* jangan lupa like yaaa..
Rabu, 19 September 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar